Pernah kami menjumpai dalam madzhab syafi`I, bahwasanya imam syafi`I
memiliki dua pendapat tentang masalah batalnya wudhu bagi orang yang disentuh
perempuan lain. Pendapat ini dimasyarakat kedua-duanya ada yang memakainya.
Manakah diantara dua pendapat yang paling utama untuk kita ikuti?,
megikutibpendapat kedua dari imam syafi`I atau pindah madzhab lain?, dan
bagaimana hukumnya berpindah madzhab pada waktu tertentu?
Jawab:
Ada dua pendapat: pertama, boleh memilih antara qaul tsani dan berpindah
kemadzhab lain. Kedua, lebih baik taqlid pada qaul tsani. Sedangkan berpindah
madzhab pada waktu tertentu hukumnya diperbolehkan. “dalam masalah seseorang
yang tersentuh dengan wanita lain yang bukan mahramnya, menurut imam syafi`I
ada dua pendapat. Yang ashoh dari kedua pendapat menurut kebanyakan muridnya
imam syafi’I, sesungguhnya hal itu bisa membatalkan wudhunya. Pendapat itu
merupakan nash dari imam syafi’I dalam kebanyakan kitabnya. Sedangkan pendapat
kedua tidak membatalkan wudhunya, dan pendapat ini dipilih oleh kelompok kecil
dari muridnya. Sedangkan menurut qaul mukhtar (terpilih) adalah pendapat yang
pertama”. REFERENSI HASYIYAH IBNU HAJAR `ALA AL-IIDHAH FI MANASIK AL-HAJ LINNAWAWI HAL. 236.
“boleh bertaqlid bagi orang yang menyanggupi ketetapan madzhab imam
syafi’I pada selin madzhabnya, atau pada pendapat yang marjuh karena dharurat.
Artinya karena sulit yang tidak dapat ditahan menurut kebiasaannya. Dalam kitab
Sab’atul Kutubi Al-Mufidah dijelaskan: ketahuilah sesungguhnya yang ashoh
menurut pandapat ulama yang mutaakhirin seperti syek ibnu hajar dan lainnya.
Yaitu boleh pindah dari satu madzhab ke madzhab lain dari beberapa madzhab yang telah dibukukan,
meskipun hanya untuk keinginan, baik pindahnya itu untuk selamanya atau didalam
sebagian kejadian”. REFERENSI BUGHYATU AL-MUSTARSYIDIN HAL. 52.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak dan sesuai dengan topik dan pembahasan